Arti Pengorbanan


Angga Prasetyo | 22.05 |

Waktu buka email, nggak sengaja ngeklik sebuah email dari sebuah milis yang belum dibaca. Setelah membaca email tersebut, muncul semangat luar biasa dari dalam jiwa ini (cie elah) bahwa pengorbanan yang tulus sangat penting sekali dalam hidup ini. Bahkan pengorbanan besar yang kita lakukan, yang membuat kita merasa hidup ini tidak adil, jika dilakukan dengan tulus justru akan melahirkan kebahagiaan dan kebanggaan.


Mungkin kita pernah berkorban untuk orang lain, baik itu orang terdekat atau orang yang tidak kita kenal sekalipun. Mungkin kita pernah mengorbankan harapan-harapan yang telah kita goreskan pada cita-cita kehidupan demi sesuatu keputusan yang sangat rumit untuk diputuskan. Cerita dari email tersebut mengajarkan saya bahwa banyak pengorbanan di dunia ini yang tidak kita pahami tujuan dan rahasia bagi kehidupan masa depan kita. Berikut ceritanya :
“Beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Semarang sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si Pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan. " Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta ?" tanya si Pemuda.
"Oh.. . Saya mau ke Jakarta terus "connecting flight" ke Singapore nengokin anak saya yang ke dua" jawab ibu itu. " Wouw..... hebat sekali putra ibu", pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak, pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya.

" Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi, putra yang kedua ya Bu?? Bagaimana dengan adik-adiknya? " "Oh ya tentu", si Ibu bercerita :"Anak saya yang ketiga seorang Dokter di Malang, yang keempat Kerja di Perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi Arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi Kepala Cabang Bank di Purwokerto, yang ke tujuh menjadi Dosen di Semarang." Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh.

"Terus bagaimana dengan anak pertama ibu ??" Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab, " anak saya yang pertama menjadi Petani di Godean Jogja nak.. Dia menggarap sawahnya sendiri yang
tidak terlalu lebar." Pemuda itu segera menyahut, "Maaf ya Bu..... kalau ibu agak kecewa yadengan
anak pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani?" Dengan tersenyum ibu itu menjawab," Ooo ...tidak tidak begitu nak....Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani".
Menurut saya, yang berhasil itu bukan anak ke 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 tetapi anak pertama. Anak pertama telah berhasil mengelola perasaan dan hidupnya untuk berkorban bagi keberhasilan adik-adiknya.
Salam berry devanda.

0 komentar:

Posting Komentar